Laman

Rabu, 18 Januari 2012

Memahami Fotografi Jurnalistik



Warga yang membawa sembako melintasi jembatan darurat di Jalan Raya Rempang Galang, Senin (26/12). Jalan ini amblas setelah tak mampu menahan debit air hujan yang turun Minggu Sore kemarin. Foto: M Noor Kanwa/Batam Pos (Foto utama Jawa Pos edisi Selasa 27 Desember 2011)

Pendemo merusak dan membakar fasilitas umum yang berada di sepanjang jalan Engku Putri Batam Centre, Kamis (24/11). Demo yang dilakukan ribuan pekerja ini menjadi anarkis dan menyebar hingga seluruh Kota Batam. Foto: M Noor Kanwa/PFI Kepri (Foto utama Media Indonesia edisi Jum'at 24 November 2011)
Fotografi menjadi sebuah dunia yang kian merakyat dan inklusif. Maraknya jejaring sosial di Internet yang semakin mudah diakses dari ponsel turut menunjang hal itu. Sebuah produk foto digital begitu cepat dan mudah disebarluaskan di kalangan khalayak, baik melalui Facebook, Twitter dan sosial media lainnya. Persis cara kerja dunia jurnalistik, bahkan terkadang lebih cepat penyebarannya.
Ketika masyarakat makin akrab dengan dunia fotografi digital, dimanakah posisi foto jurnalistik saat ini? Seperti apakah fotografi jurnalistik itu sebenarnya? Fotografi jurnalistik jelas berbeda dengan bidang fotografi lainnya. Ada beberapa elemen yang harus dipenuhi dalam sebuah foto untuk bisa dikategorikan sebagai foto jurnalistik.
Sebuah karya foto bisa dikatakan memiliki nilai jurnalistik jika memenuhi syarat jurnalistik yaitu memenuhi kreteria 5 W dan I H (What, Who, Why, When, Where dan How). "What" atau apa yaitu peristiwa apa yang sedang terjadi. "Who" Siapa yang menjadi objek dalam peristiwa tersebut. "Why" kenapa, latar belakang atau penyebab terjadinya suatu peristiwa. "When" yaitu kapan peristiwa itu terjadi. "Where" adalah tempat dimana suatu peristiwa itu terjadi. dan "How" yaitu seperti apa proses terjadinya suatu peristiwa itu dan bagaimana penyelesaiannya.
Foto jurnalistik itu sendiri merupakan bagian dari dunia jurnalistik yang menggunakan bahasa visual untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat luas dan tetap terikat kode etik jurnalistik. Dalam membuat foto jurnalistik bukan sekadar jeprat-jepret semata. Ada etika yang harus selalu dijunjung tinggi, ada pesan dan berita yang ingin disampaikan, ada batasan batasan yang tidak boleh dilanggar, dan ada momentum yang harus ditampilkan dalam sebuah frame.
Hal terpenting dari fotografi jurnalistik adalah nilai-nilai kejujuran yang selalu didasarkan pada fakta obyektif semata. Foto jurnalistik sebenarnya adalah karya foto "biasa" tetapi memiliki nilai berita atau pesan yang "layak" untuk diketahui orang banyak dan disebarluaskan lewat media massa.
Ada beragam definisi tentang foto jurnalistik (Inggris : photo journalism) yang disampaikan para pakar komunikasi dan praktisi jurnalistik. Namun secara garis besar, menurut Guru Besar Universitas Missouri, AS, Cliff Edom, foto jurnalistik adalah paduan antara gambar (foto) dan kata. Jadi, selain fotonya itu sendiri, foto jurnalistik juga harus didukung dengan kata-kata yang terangkum dalam kalimat yang disebut dengan teks foto / caption foto, dengan tujuan untuk menjelaskan gambar dan mengungkapkan pesan atau berita yang akan disampaikan ke publik. Jika tidak disertai teks foto maka sebuah foto hanyalah gambar yang bisa dilihat tanpa bisa diketahui apa informasi dibaliknya.
Dalam buku "Photojournalism, The Visual Approach" karya Frank P Hoy menyebutkan ada tiga jenjang yang baik sebagai basis atau dasar seseorang yang akan memilih berkecimpung menjadi wartawan foto, yaitu:
1. Snapshot (pemotretan sekejap), adalah pemotretan yang dilakukan dengan cepat karena melihat suatu momen atau aspek menarik. Pemotretan ini dilakukan dengan spontan dan reflek yang kuat. Jenjang pertama ini masih menyangkut pendekatan yang lebih pribadi.
2. Fotografi sebagai hobi. Dalam tahapan ini fotografer mulai menekankan faktor eksperimen dalam pemotretannya, tidak hanya sekedar melakukan snapshot saja. Dalam tahap ini biasanya fotografer mulai tertarik lebih jauh pada hal-hal yang menyangkut fotografi.
3. Art photography (fotografi seni), suatu jenjang yang lebih serius. Berbagai subyek pemotretan dilihat dengan interpretasi yang luas. Ekspresi subyektif terlihat dalam karya-karya pada tahapan ini. Kejelian, improvisasi, kreasi dan kepekaan terhadap subyek menjadi basis pada jenjang ini.
Akhirnya, pewarta foto berada pada tahap selanjutnya. Artinya dalam mengemban profesi tersebut, maka seorang pewarta foto dianjurkan menguasai dengan fasih ketiga jenjang yang telah disebut tadi.
Foto jurnalistik mempunyai daya jangkau yang sangat luas. Dia mampu menyusupi seluruh fase intelektual hidup kita, membawa pengaruh besar atas pemikiran dan pembentukan pendapat publik. Kerja seorang pewarta foto adalah titipan mata dari masyarakat di mana foto yang tersaji adalah benar-benar bersifat jujur dan adil.
Sesuai dengan sasaran yang esensial dari pekerjaan jurnalistik atau kewartawanan, yaitu membantu khalayak ramai mengembangkan sikap untuk menghargai apa yang dianggap baik, di samping merangsang kemauan untuk merubah apa yang dianggap kurang baik. Salah satu ciri yang dimiliki para juru foto koran adalah secepatnya disampaikan kehadapan para pembaca. Secepatnya berarti sesuai dengan sajian kehangatan peristiwa itu sendiri, sehingga betapa baiknya sebuah foto belumlah punya arti sebagai berita jika hanya disimpan dalam hard disc atau album.
     
     
 Lebih Ganas Dari Genk Motor
  Padat Merayap  Waduh Nabrak....!!!
Lebih Ganas Dari ... Padat Merayap Waduh Nabrak....!!!
     
Secara umum fotografi jurnalistik dibagi menjadi beberapa, yaitu:
1. Spot
Lazim juga disebut hot news (berita hangat) atau hard news (berita keras). Berita yang termasuk dalam kategori ini meliputi aneka peristiwa mendadak yang melukiskan sejarah masa kini dan berlangsung sepintas. Misalnya peristiwa huru-hara, bencana alam, kecelakaan dan berbagai kejadian alam serta manusia, yang menuntut kesigapan pewarta foto untuk menangkapnya dalam hitungan detik. Kunci sukses untuk liputan berita dalam kategori ini seorang pewarta foto harus berada tepat di pusat peristiwa pada saat yang tepat, sebab subyek foto jenis ini tidak pernah bisa disuruh menunggu kehadiran juru foto.
2. Feature
Ini masih berkaitan dengan sebuah berita spot, tetapi berbeda dalam segi penggarapannya. Satu contoh misalnya rumah terbakar, untuk sajian berita spot sudah dianggap layak jika sudah melukiskan kobaran api atau asap hitam yang membubung tinggi ke langit. Namun dalam pola kategori features, pembaca diajak merasakan emosi para korban, dengan menampilkan wajah manusia sementara situasi morat-marit sebagai latar belakang. Foto-foto dalam kategori ini bukan sekedar jepretan sepintas (snapshot), tetapi ada upaya pewarta foto untuk memilih sudut pandang yang khas.
3. Olah raga
Perbendaharaan pengetahuan untuk tiap cabang permainan amat menentukan sukses tidaknya membuat foto pada kategori ini. Kreatifitas sang pewarta foto selalu diuji oleh keadaan atau peristiwanya. Cara menangkap momen penting disini juga patut disimak, apakah mampu memberikan sensasi tersendiri ataukah hanya mengulang peristiwa yang pernah ada. Orisinalitas sudat pandang didalam foto kategori ini layak dihargai sama pentingnya dengan bahan liputannya itu sendiri.
4. Potret
Pengertian potret (Potrait) dalam foto jurnalistik bukan melulu berupa close Up yang mampu menampilkan karakteristik dan suasana hati sang subyek terkenal. Paling utama adalah keunggulan pengungkapan kreatif dari watak seorang tokoh, hingga seakan-akan merupakan sebuah biografi visual. Hal ini dapat disajikan dalam bentuk Close Up atau ditengah suatu situasi atau kegiatan tertentu.
5. Fesyen (Fashion)
Dalam kajian berita Fashion, ada dua kegiatan yang harus diliput oleh pewarta foto yaitu kegiatan pentas dan kegiatan studio. Kedua bentuk kegiatan itu penanganan fotografisnya adalah serba khas. Kegiatan pentas atau panggung menuntut keunggulan pewarta foto untuk mengabadikan dalam tempo terbatas tanpa dipengaruhi unsur-unsur lain. Sedangkan kegiatan studio, seorang pewarta foto harus terlibat kerja sama dengan perias wajah atau penata artistic serta pihak lain yang menunjang suksesnya penyajian subyek foto tersebut.
6. Pariwisata
Pemberitaan Foto dari kategori ini adalah mengangkat kegiatan di sekitar obyek wisata. Pemberitaan semacam ini yang terpenting adalah mengandung nilai informasi bagi publik awam, baik mengenai tempat dengan suasana yang unik maupun mengenai bentuk adat serta budaya lokal yang menambah pengetahuan pembaca di daerah lain.
7. Celah Kehidupan
Berita dalam kategori ini boleh dikatakan lumrah meskipun tanpa terikat syarat unsur kehangatan (hot news). Yang diutamakan pada foto dalam kategori ini adalah segi keunikan subyeknya. Di negeri kita tercinta ini sasaran fotografi mengenai subyek semacam ini boleh dibilang melimpah. Selalu ada bahannya, asal saja sang pewarta foto jeli mengamatinya sehingga nantinya akan tercipta foto yang amat menarik.
Kurang lebih seperti itulah gambaran mengenai fotografi jurnalistik. Agar dapat memberikan gambaran mengenai fotografi jurnalistik penulis akan memberikan beberapa contoh foto jurnalistik yang telah dimuat di beberapa media.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar